Hak Tetangga

Friday, February 7, 2014
Hak Tetangga
A. SIAPAKAH TETANGGA ITU?
Para ulama berselisih pendapat tentang batasan tetangga. Sebagian mengatakan tetangga adalah ‘orang-orang yang shalat subuh bersamamu’, sebagian lagi mengatakan ’40 rumah dari setiap sisi’, 10 rumah dari tiap sisi’ dan beberapa pendapat lainnya.
(Lihat Fathul Baari, karya Al-Imam Ibn Hajar Al-Asqolany: 10 / 367)

Akan tetapi pendapat yang rajih wallahu a’lam, sebagaimana yang dikatakan Syaikh Al-Albanirahimahullah bahwa batasan tetangga adalah sesuai ‘urf” (yakni sesuai adat masyarakat setempat) (lihat:Silsilah Ahadits Dha’ifah, 1/446).

Sebagaimana dikatakan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah:”Telah datang beberapa riwayat yang menunjukkan bahwa tetangga adalah empat puluh rumah dari semua sisi. Dan tidak diragukan lagi bahwa yang menempel dengan rumah kita adalah tetangga, dan adapun yang selain itu, jika riwayat-riwayat tersebut shahih dari Nabi rahimahullah maka diberlakukan hukumnya (hukum tetangga), dan jika tidak maka hal ini (batasan tetangga) dikembalikan ke ‘urf (kebiasaan). Maka (batasan) apa saja yang dianggap oleh masyarakat sebagai tetangga maka ia adalah tetangga.” (Syarh Riyadhus Shalihin; 1/364)

B. MACAM-MACAM TETANGGA

Tetangga itu ada tiga macam:
  1. Tetangga muslim yang memiliki hubungan kerabat. Maka ia memiliki 3 hak, yaitu: hak tetangga, hak kekerabatan, dan hak sesama muslim.
  2. Tetangga muslim yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Maka ia memiliki 2 hak, yaitu: hak tetangga, dan hak sesama muslim.
  3. Tetangga non-muslim. Maka ia hanya memiliki satu hak, yaitu hak tetangga. (lihat: Tabshiroh Al-An-am bi Al-Huquq fi Al-Islamkarya: Abu Islam hal: 145)
C. ANJURAN BERBUAT BAIK KEPADA TETANGGA
Allah  berfirman:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang memiliki hubungan kerabat dan tetangga yang bukan kerabat, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” 
QS. An-Nisa [4]: 36

D. KEDUDUKAN TETANGGA DALAM PANDANGAN ISLAM
1. Tetangga menjadi lambang kebahagiaan atau kesengsaraan seorang hamba.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيءُ؛ وَأَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاءِ: الْجَارُ السُّوْءُ، وَالْمَرْأَةُ السُّوْءُ، وَالْمَرْكَبُ السُّوْءُ، وَالْمَسْكَنُ الضَّيِّقُ

“Empat hal yang termasuk kebahagiaan seseorang: istri yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan yang nyaman. Dan empat hal yang termasuk kesengsaraan seseorang: tetangga yang jelek, istri yang jelek, kendaraan yang jelek, dan tempat tinggal yang sempit.” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya no. 1232. Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih At-Targhib, Shahih Mawarid Al-Zham’an: 1033)

2. Persengketaan pertama yang akan diadili pada hari kiamat adalah sengketa antar tetangga.
Dari Uqbah bin Amir radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alahi wa sallam bersabda,

أَوَّلُ خَصْمَيْنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ جَارَانِ

'sengketa antara dua orang yang pertama diputuskan pada hari kiamat adalah sengketa dua orang bertetangga.' (HR. Ahmad, Shahih Al-Jami’: 2563)

3. Tetangga menjadi saksi atas baik atau buruknya seseorang.
Rasulullah shallallahu’alahi wa sallam bersabda:

إِذَا قَالَ جِيرَانُكَ: قَدْ أَحْسَنْتَ، فَقَدْ أَحْسَنْتَ، وَإِذَا قَالُوا: إِنَّكَ قَدْ أَسَأْتَ، فَقَدْ أَسَأْتَ

“Jika tetanggamu berkomentar, kamu orang baik maka berarti engkau orang baik. Sementara jika mereka berkomentar, engkau orang tidak baik, berarti kamu tidak baik.” (HR. Ahmad 3808, Ibn Majah 4223 dan dishahihkan Al-Albani, Shahih Al-Jami’: 610).

4. Menyakiti tetangga salah satu penyebab seseorang masuk neraka.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

عَن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُوْلَ اللَّهِ إِنَّ فُلَانَةَ يُذْكَرُ مِنْ كَثْرَةِ صَلَاتِهَا وَصِيَامِهَا وَصَدَقَتِهَا غَيْرَ أَنَّهَا تُؤْذِي جِيرَانَهَا بِلِسَانِهَا قَالَ هِيَ فِيْ النَّارِ قَالَ يَا رَسُوْلَ اللَّهِ فَإِنَّ فُلَانَةَ يُذْكَرُ مِنْ قِلَّةِ صِيَامِهَا وَصَدَقَتِهَا وَصَلَاتِهَا وَإِنَّهَا تَصَدَّقُ بِالْأَثْوَارِ مِنَ الْأَقِطِ وَلَا تُؤْذِي جِيرَانَهَا بِلِسَانِهَا قَالَ هِيَ فِيْ الْجَنَّةِ

Dari Abu Hurairah beliau berkata seseorang telah bertanya kepada Rasulullah: 'fulanah diceritakan memiliki shalat, puasa dan shodaqoh yang banyak, tetapi dia mengganggu tetangganya dengan lisannya. Beliau menjawab: dia di neraka. Lalau bertanya lagi: wahai Rasulullah si fulanah diceritakan memiliki puasa dan shodaqoh serta shalat sedikit. Dia bershodaqoh sedikit dari tepung gandum dan tidak mengganggu tetangganya dengan lisannya. Beliau menjawab dia di syurga.' (Riwayat Ahmad 2/440 dengan sanad yang shohih. Lihat Huququl Jaar Fi Shohihis Sunnah wal Atsar karya Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid hal. 31)

5. Berbuat baik kepada tetangga adalah wasiat Malaikat Jibril ‘alahis salaam kepada Nabi.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, Nabi shallallahu’alahi wa sallam menuturkan,

مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ، حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

“Jibril selalu berpesan kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga, sampai aku mengira, tetangga akan ditetapkan menjadi ahli warisnya.” (HR. Bukhari 6014 dan Muslim 2624)

6. Rasulullah berlindung dari tetangga yang jelek.
Dari Abu Hurairah rahhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berpesan,

تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ، مِنْ جَارِ السَّوْءِ فِيْ دَارِ الْمُقَامِ

“Mintalah perlindungan kepada Allah dari tetangga yang buruk di tempat tinggal menetap.” (HR. Nasa’i 5502 dandishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’: 2967).

E. HAK-HAK TETANGGA
1. Memuliakan dan berbuat baik kepada tetangga
Rasulullah shallallahu’alahi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berbuat baik kepada tetangganya.” 
(HR. Muslim no. 47)

2. Meringankan beban dan kesulitan tetangga
Dan dalam Ash-Shohihain dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, beliau bersabda:

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ مَنْ كَانَ فِيْ حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِيْ حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, ia tidak boleh mendzoliminya dan menyerahkannya (kepada musuh), barangsiapa menolong kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebutuhannya, Barangsiapa yang meringankan dari seorang mukmin satu kesulitan dan kesulitan-kesulitan dunia, maka Allah akan ringankan untuknya satu kesulitan dari kesulitan-kesulitan Hari Kiamat. Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim maka akan Allah tutupi (aibnya) pada hari kiamat.” (Muttafaq ‘alaihi)

3. Menutup aib tetangga
Nabi shallallahu’alahi wa sallam, bersabda:

وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللَّهُ يَومَ القِيَامَةِ

Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim maka akan Allah tutupi (aibnya) pada hari kiamat.” (Muttafaq ‘alaihi)

4. Larangan keras mengganggu tetangga
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alahi wa sallam bersabda,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

“Tidak akan masuk surga, orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari 6016 dan Muslim 46)

لاَ وَاللَّهِ لاَ يُؤْمِنُ لاَ وَاللَّهِ لاَ يُؤْمِنُ لاَ وَاللَّهِ لاَ يُؤْمِنُ قَالُوا وَمَنْ ذَاكَ يَا رَسُوْلَ اللَّهِ قَالَ جَارٌ لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

“Tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman mereka bertanya: siapakah itu wahai Rasulullah beliau menjawab: orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya.” (Muttafaq ‘alaihi)

5. Orang yang mengganggu tetangga halal untuk dicelaAbu Hurairah radhiyallahu’anhu menceritakan,
Ada seorang yang mengadu kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tentang kezaliman yang dilakukan tetangganya. Setiap kali orang ini mengadu, selalu dinasihatkan oleh beliau untuk bersabar. Ini dilakukan sampai tiga kali. Sampai pengaduan yang keempat, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memberikan solusi,

اطْرَحْ مَتَاعَكَ فِيْ الطَّرِيقِ

“Letakkan semua isi rumahmu di pinggir jalan.”

Orang inipun melakukannya. Setiap ada orang yang melewati orang ini, mereka bertanya: “Apa yang terjadi denganmu. (sampai kamu keluarkan isi rumahmu).” Dia menjawab: “Tetanggaku menggangguku.” Mendengar jawaban ini, setiap orang yang lewat pun mengucapkan: “Semoga Allah melaknatnya!” sampai akhirnya tetangga pengganggu itu datang, dia mengiba: “Masukkan kembali barangmu. Demi Allah, saya tidak akan mengganggumu selamanya.” (HR. Ibnu Hibban 520, Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Adab Al-Mufrad)

6. Menyakiti tetangga berlipat ganda dosanya
Dari Miqdad bin Aswad radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

لَأَنْ يَزْنِيَ الرَّجُلُ بِعَشْرَةِ نِسْوَةٍ، أَيْسَرُ عَلَيْهِ مِنْ أَنْ يَزْنِيَ بِامْرَأَةِ جَارِهِ لَأَنْ يَسْرِقَ الرَّجُلُ مِنْ عَشْرَةِ أَبْيَاتٍ، أَيْسَرُ عَلَيْهِ مِنْ أَنْ يَسْرِقَ مِنْ جَارِهِ

“Seseorang yang berzina dengan 10 wanita, dosanya lebih ringan dibandingkan dia berzina dengan satu orang istri tetangganya… seseorang yang mencuri 10 rumah, dosanya lebih besar dibandingkan dia mencuri satu rumah tetangganya.” (HR. Ahmad, dishahihkan Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 65)
7. Sabar dalam menghadapi gangguan tetangga.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda dalam hadits Abu Dzar radhiyallahu’anhu:

ثَلَاثَةٌ يُحِبُّهُمُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ رَجُلٌ غَزَا فِيْ سَبِيلِ اللَّهِ فَلَقِيَ الْعَدُوَّ مُجَاهِدًا مُحْتَسِبًا فَقَاتَلَ حَتَّى قُتِلَ وَرَجُلٌ لَهُ جَارٌ يُؤْذِيهِ فَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُ وَيَحْتَسِبُهُ حَتَّى يَكْفِيَهُ اللَّهُ إِيَّاهُ بِمَوْتٍ وَرَجُلٌ يَكُونُ مَعَ قَوْمٍ فَيَسِيرُونَ حَتَّى يَشُقَّ عَلَيْهِمُ الْكَرَى أَوِ النُّعَاسُ فَيَنْزِلُونَ فِيْ آخِرِ اللَّيْلِ فَيَقُومُ إِلَى وُضُوئِهِ وَصَلَاتِهِ

“Tiga orang yang Allah cintai, seorang yang berjumpa musuhnya dalam keadaan berjihad dan mengharap pahala Allah, lalu berperang sampai terbunuh dan seseorang memiliki tetangga yang mengganggunya lalu ia sabar atas gangguan tersebut dan mengharap pahala Allah sampai Allah cukupkan dia dengan meninggal dunia serta seseorang bersama satu kaum lalu berjalan sampai rasa capai atau kantuk menyusahkan mereka, kemudian mereka berhenti di akhir malam, lalu dia bangkit berwudhu dan shalat.” (Riwayat Ahmad dengan sanad yang shohih) (Lihat Huququl Jaar Fi Shohihis Sunnah wal Atsar, karya Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid hal 32)

8. Tidak membiarkan tetangga dalam kekurangan dan kelaparan
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ

“Bukanlah mukmin sejati, orang yang kenyang, sementara tetangga di sampingnya kelaparan.” (HR. Al-Baihaqi, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’: 5382)

Al-Albani rahimahullah mengatakan,

وَفِيْ الحَدِيْثِ دَلِيْلٌ وَاضِحٌ عَلَى أَنَّهُ يَحْرُمُ عَلَى الجَارِ الغَنِيِّ أَنْ يَدَعَ جِيْرَانَهُ جَائِعِيْنَ، فَيَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُقَدِّمَ إِلَيْهِمْ مَا يَدْفَعُوْنَ بِهِ الجُوْعَ، وَكَذَلِكَ مَا يَكْتَسونَ بِهِ إِنْ كَانُوْا عُرَاةً، وَنَحْوُ ذَلِكَ مِنَ الضَّرُوْرِيَاتِ

Dalam hadits ini terdapat dalil yang tegas, bahwa haram bagi orang yang kaya untuk membiarkan tetangganya dalam kondisi lapar. Karena itu, dia wajib memberikan makanan kepada tetangganya yang cukup untuk mengenyangkannya. Demikian pula dia wajib memberikan pakaian kepada tetangganya jika mereka tidak punya pakaian, dan seterusnya, berlaku untuk semua kebutuhan pokok tetangga. (Silsilah Ash-Shahihah, 1:280)

9. Mengutamakan tetangga yang pintu rumahnya paling dekat dengan pintu rumah kita dalam memberi hadiah
Aisyah radhiyallahu’anha berkata:

يَا رَسُوْلَ اللَّهِ إِنَّ لِيْ جَارَيْنِ فَإِلَى أَيِّهِمَا أُهْدِيْ قَالَ إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا

"Wahai Rasulullah saya memiliki dua tetangga lalu kepada siapa dari keduanya aku memberi hadiah? Beliau menjawab: kepada yang pintunya paling dekat kepadamu.” (HR. Al-Bukhari: 2259)

Semoga Allah menjadikan kita hamba-hambanya yang bersaudara.

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ وَالحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

download kajian hak tetangga

Referensi:

Tabshiratul An-am bil Huquq fil Islam, karya Syaikh Abu Islam Shalih Toha, cet. pertama bulan Ramadhan 1427, terbitan ad-Dar Al-Atsariyah, Amman, Yordania.

Huququl Jar fii Shahihis Sunnah wal Atsar, karya Syaikh Ali Hasan Al-Halabi, terbitan Al-Maktabah Al-Islamiyyah, Amman, Dar Ibn Hazm – Beirut.

Syarh Shahih Adabul Mufrad, karya Syaikh Husain Ibnu Uwadah Al-Awayisyah.

Kajian ini disampaikan oleh Ust. Fadlan Fahamsyah, Lc, M.H.I حفظه الله di Masjid Darul Hijrah STAI ALI BIN ABI THALIB SURABAYA dalam Daurah Hak-Hak dalam Islam pada hari Selasa tanggal1 Muharram 1435 H/5 November 2013.

Copyright @ 2013 WAHANA ILMU. Designed by Templateism | MyBloggerLab
IBX5B5404714DB9D